Memulai Mengakhiri
Untukmu, masih untukmu, dan selalu untukmu, Geez.
Apa kabar disana? Aku baik. Tolong berhenti menanyakan kabar ku pada Dina, karena percayalah aku selalu baik. Empat bulan lalu, ku sudah yudisium. Kini sudah ada dua kata baru di depan namaku. Keana Amanda, berganti menjadi Dr. Keana Amanda. Sekarang, ku sedang menjalankan program Dokter Intership di sebuah puskesmas Bantul. Senang sekali membantu orang orang disini, mereka penuh cinta. Sesekali aku dibawakan singkong rebus, juga bekal makan siang. Aku cinta disini, Geez. Yogyakarta adalah aku.
Bagaimana denganmu? Masih bertahan di perusahaan yang menyita waktumu itu? Atau sudah berani melangkah lebih jauh? Aku selalu percaya dengan mimpi mimpimu, Geez, dengan rencana gilamu, walau semustahil apapun kelihatannya.
Masih sulit ku percaya bahwa hal terakhir yang kumiliki darimu adalah kalimat selamat tinggal. Kalau saja aku tahu malam itu adalah bab terakhir dari cerita ini. Kan ku lakukan apapun untuk membuat malam itu abadi. Aku takkan membiarkan mu pergi, dan meninggalkanku sendiri dengan segala kesedihan ini. Tapi, kini semua itu hanyalah mimpi yang menakutkan. Harapan harapan itu menjelma mimpi buruk yang membuatku ingin segera bangun. Rencana rencanamu hanyalah masalalu yang tak baik untuk digali lagi.
Semenjak kepergianku aku berhenti percaya pada ketulusan. Tak ada cinta yang tulus, Geez. Karena cinta membutuhkan kehadiran, penantian menghancurkan keyakinan, berdua dan sendiri tak memiliki perbedaan. Ya, jarak membuatku percaya bahwa cinta dihadirkan untuk memberikan perpisahan. Tak ada lagi bunga lily , dan aku sudah tidak lagi makan es krim. Tapi aku tetap membelinya, untuk menyaksikannya mencair. Selayaknya perasaan yang dibekukan lalu dihancurkan.
Aku sudah menjual rumah pohon pemberian darimu, uang hasil penjualannya kuberikan pada Pak Amir yang sempat menolak. Ia menangis mendengar kabar terkahir dari cerita ini. Tapi kita tak selamanya bersembunyi dibalik sepi, di balik kalimat baik baik saja, tak bisa bertahan pada perpisahan yang tak lagi jadi kejutan karena kau terlalu sering menghadiahkannya padaku.
Kini, aku melanjutkan hidupku dengan ribuan harapan yang sudah pergi bersamamu.
Kau selalu bilang "Ann, jangan takut pada perpisahan karena kita tak pernah tahu hari esok. Jadi biarkan saja waktu yang menjawab."
Kau salah, Geez. Bila harus menunggu waktu menjawab, maka kita ini adalah manusia bernyawa namun tak hidup. Waktu tak mau menunggu kita. Dan bila kau menyayangi ku, lantas mengapa masih memintaku menunggu?
Pada akhirnya kita pada tujuan yang ternyata adalah sebuah pilihan. Ya. Pada akhirnya kita akan memilih. Arah mana untuk melangkah, dan pada siapa kita berumah.
Aku harap aku tidak pernah mencintaimu , Geez. Karena mencintaimu kini menjadi kelemahan terbesar ku. Separuh dari diriku berusaha mencari penggantimu, namun separuhnya lagi cuma bisa memikirkan kabarmu.
Jangan kembali padaku walau aku memintanya. Jangan mencintai ku walau ku tahu perasaan kita akan selamanya sama. Geez, kita adalah suku kata yang tak lagi berbahasa. Kita adalah kalimat indah yang di paksa menyerah. Aku tak bisa menanti, dan kau tak bisa disini. Selamanya akan seperti itu.
Bila cerita ini dijadikan sebuah buku, pembacanya sudah pasti kecewa dan marah denganku. Karena aku lebih memilih menyerah dan membuatmu kehilangan ku. Tapi aku ingin mereka belajar bahwa tidak semua cerita bisa berakhir bahagia, termasuk cerita bersama mu, Geez.
Tapi dengan atau tidak denganmu, Ada atau tidak ada lagi namamu di bab berikutnya, kau akan selalu menjadi tokoh paling melegenda yang terus dibicarakan. Kamu terlalu istimewa untuk digantikan, Geez. Seharusnya aku memberimu kesempatan satu lagi, tapi sudah terlalu banyak kesempatan yang kau balas dengan perpisahan.
Jadi, sudahi.
Yogyakarta, satu tahun setelah berpisah,
Ann
Source: Geez&Ann @rintiksedu
Komentar
Posting Komentar